Kamis, 05 Juni 2008

(12) KEADILAN DAN KEMISKINAN BANGSA

Jika kita berbicara tentang keadilan, dari asal kata adil, maka orang akan berpersepsi bahwa keadilan itu artinya sama rata dan tidak berat sebelah. Namun definisi tentang keadilan juga ada yang difahami sebagai keadilan itu harus dilihat kelasnya, contohnya seorang sarjana itu adalah adil jika berpenghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMU, dan lulusan SMU harus mendapat hasil lebih tinggi dibandingkan dengan yang lulusan SMP. Seorang anggota DPR adalah wajar mendapat gaji puluhan juta dibandingkan dengan rakyat jelata yang diwakilinya, karena ukuran keadilan yang dipakaipun berwarna pula. Begitulah definisi keadilan diartikan menurut selera manusia, sehingga jika ada orang miskin dinegeri ini, maka kesalahannya ada pada diri orang tersebut, kenapa mau jadi orang miskin, kenapa tidak mau berusaha, itu sudah taqdir dari yang Maha Kuasa.
Lambang keadilan berupa timbangan yang setimbang, ternyata hanyalah menjadi asesoris yang dipajangkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa.
Akibat pemahaman keadilan yang tidak sama, maka terjadilah pembenaran terhadap kepincangan kehidupan sosial ekonomi bangsa, ada yang kekayaannya setiap detik bertambah, tapi ada juga penyapu jalan yang harus jatuh sakit dan mati karena kelaparan. Ironis memang, begitulah kenyataan dari isi kemerdekaan yang telah bangsa Indonesia capai selama puluhan tahun.
Ada sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya adalah : Jikalau anak Adam diberikan kekayaan berupa emas seluas satu gunung maka dia akan meminta gunung emas yang kedua, dan begitu seterusnya jika diberikan dua gunung emas, maka dia akan meminta gunung emas yang ketiga dan seterusnya, dan baru berakhir apabila tanah telah menyumpal mulutnya (mati).
Teladan indah yang telah diberikan oleh Rasulullah dan para sahabatnya adalah koleksi kehidupan kaljasadil wahid yang harus ditiru oleh pemimpin bangsa ini, yaitu malu kepada Allah jika melihat pimpinannya berkecukupan sedangkan rakyatnya menderita, dimana Rasulullah belum bisa tidur apabila masih ada uang ditangan beliau yang belum dibagikan kepada fakir-miskin, dan menurut isteri Nabi yaitu 'Aisyah, bahwa dapur rasulullah kadang-kadang sampai tiga bulan tidak berasap, dan kami hanya makan kurma dan minum susu hasil pemberian para sahabat beliau.
Apakah ada Pemimpin Bangsa Indonesia dimasa yang akan datang yang mau membangun istana di Syurga dan bukan menimbun harta di dunia ini, karena kata Nabi harta adalah bagaikan bangkai yang tidak ada artinya di mahkamah Ilaahi.

Semoga bermanfaat, mahon maaf bila ada kekurangan.
Wassalam
Hamdjah

4 komentar:

Al Toro mengatakan...

Saya dulu sangat sedih dan sekarang menjadi sangat sedih melihat kenyataan hidup rakyat Indonesia. Saya dulu mahasiswa ITB angkatan 1985 dan kita marah dengan kenyataan hidup di jaman ORBA. Setelah ORBA diturunkan, hararan akan keadilan bagi seluruh rakyat di Indonesia bukan semakin berkembang tetapi semakin sirna. Apa yang salah di negeri tercinta kita? Setelah saya lulus dari ITB di tahun 1993, saya merasa miris untuk mencari penghidupan di Indonesia. Takut kalau ikut-ikutan korupsi, karena di mana-mana selalu korupsi. Seringkali saya merasa 'nelongso' membandingan keadaan rakyat Indonesia dibandingkan dengan rakyat di negeri dimana saya tinggal sekarang, gaji seseorang diukur dengan professionalisme. Gaji seorang tukang listrik yang berpengalaman akan lebih tinggi dibandingkan seorang engineer yang tidak berpengalaman. Bukan berarti saya memuja-muji negeri tempat tinggal saya, tetapi 'nelongso' bila mengingat negeri tercinta, Indonesia.

Salam dari jauh,
Al Toro
California

Djamhari Maskat mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Djamhari Maskat mengatakan...

Bung Toro di rantau
Ada pepatah yang menyatakan sejauh apapun bangau terbang akhirnya kembali kesarangnya juga.
Sebaiknya kita jangan pasimis dalam melihat kenyataan, semuanya ada waktunya, masa korupsi sudah hampir lewat, mari kita bangun Indonesia menurut Ajaran Allah, Insysa Allah sekalipun belum berhasil sekarang tapi kita telah mulai melangkah, dan ini akan meringankan kita di mahkamah Ilaahi.
Semoga sukses di negeri urang.
Wassalam
Hamdjah

Habib Muhararan mengatakan...

Akur buat komentarnya bang Hamdjah, dan buat bang Toro nun jauh disono yang penting dimanapun abang berada harus selalu : Quu anfusakum wa ahlikum Naaran, tentunya dengan Rattil dan Shalat, iya ga bang.